Sabtu, 15 Januari 2011

MELAKUKAN TEKNIK RELAKSASI


teknik relaksasi


Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989). Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong leher), persendian fleksi, dan otot-otot tidak tertarik (misal; tangan dan kaki tidak disilangkan). Untuk menenangkan pikiran pasien dianjurkan pelan-pelan memandang sekeliling ruangan, misalnya melintasi atap turun ke dinding, sepanjang jendela, dll. Untuk melestarikan muka, pasien dianjurkan sedikit tersenyum atau membiarkan geraham bawah kendor.
Banyak beberapa petunjuk / pedoman dalam melakukan teknik relaksasi ini, antara lain :

 PEDOMAN / CARA ( 1 ) :
Stewar (1976:959) menjelaskan teknik relaksasi sebagai berikut :
1. Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara
2. Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut
3. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal
4. Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat
5. Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain
6. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.

 PEDOMAN / CARA ( 2 ) :
Latihan Relaksasi Progresif :
1. Kontraksikan masing-masing otot dalam 10 kali hitungan kemudian lemaskan
2. Lakukan latihan diruangan yang tenang dengan posisi duduk atau sambil berbaring yang nyaman
3. Lakukan latihan dengan musik yang santai, bila dikehendaki
4. Bawalah seseorang yang berlaku sebagai “pelatih” yang memberikan perintah untuk mengkontraksikan otot, menghitiung sampai 10 kali dan memerintahkan untuk melemaskan otot
5. Contoh latihan yang membantu bagi pasien PPOK
a. Mengangkat bahu, menurunkannya dan melemaskannya
b. Mengepalkan kedua tangan, mengepalkannya dengan kuat erat selama 5 detik, dan melemaskannya dengan sempurna.
6. Ada beberapa artikel dalam lieratur keperawatan mengenai teknik relaksasi; pembaca dianjurkan untuk merujuk Broussard, P : Using Relaxation for COPD, Am J Nurs 69:1962 – 1963, 1969; dan Richter, JM, and Sloan. R: A Relaxation Technique, Am J Nurs 79: 1960-1964, 1979

 PEDOMAN / CARA ( 3 ) :
Meningkatkan relaksasi khusus pada pasien dengan “Gangguan pola tidur” dapat berupa
1. Memberikan lingkungan yang gelap dan tenang
2. Memberikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut
3. Memberikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu
4. Pastikan ventilasi ruangan baik
5. Tutup pintu ruangan, bila klien menginginkan

Romeltea Media
ASUHAN KEPERAWATAN Updated at:

OSTEOPOROSIS


http://wwwagussuherman.blogspot.co.id/2011/01/osteoporosis.html

OLEH : AGUS SUHERMAN WANGSA


A. PENGERTIAN
 Osteoporosis adalah kelainan dimana terdapat reduksi atau penurunan dari massa total tulang. Kecepatan resorpsi tulang lebih cepat dari kecepatan pembentukan tulang. Tulang menjadi keropos secara progresif, rapuh, mudah patah dan mudah fraktur.

 Osteoporosis adalah : suatu kondisi berkurangnya massa tulang secara nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.

 Osteoporosis adalah : penyakit yang ditandai oleh berkurangnya massa tulang dan gangguan mikro asitektur jaringan tulang menjurus ke meningkatnya fragilitas tulang dan berakibat meningkatkan resiko fraktur.

B. TANDA DAN GEJALA
Osteoporosis datang bagaikan rayap di pintu ataupun tiang penyangga rumah. Tak terduga. Baru jika tulang sudah keropos, patah tulang dadakan langsung menjadi gejala yang dikeluhkan. Penderita acap kali tidak tahu bahwa mereka menderita osteoporosis sampai ketika tulang mereka sedemikian lemah, regangan tubuh yang mendadak, persinggungan ataupun jatuh menyebabkan patah tulang. Oleh karena itu penyakit ini (osteoporosis) sering disebut sebagai “penyakit diam-diam” (silent disease). Khusus daerah tulang belakang akan ditandai patahan-patahan kecil yang menyebabkan tulang belakang menurun secara vertikal. Tinggi badan akan menyusut dan bentuk setiap ruas berubah dari bentuk bujur sangkar menjadi segitiga. Jika tulang belakang yang keropos menekan syaraf tulang belakang, maka penderita akan mengeluh nyeri pinggang yang merambat ke bagiab kaki, dan bila dibiarkan dapat terjadi kelumpuhan gerak anggota kaki bawah.

C. LOKASI SERTA PROSES TERJADINYA FRAKTUR KARENA OSTEOPOROSIS
Semua tulang sebetulnya rentan akan kelainan ini, namun lokasi patah tulang yang seringkali terjadi adalah di daerah bongkol tulang paha atas, tulang belakang dan di daerah tulang lengan bawah. Kondisi ini erta kaitannya dengan beban yang dipikul oleh tulang tersebut. Secara empiris terbukti, timbulnya patah tulang acapkali diawali sikap tubuh yang “salah”. Sikap yang menyimpang saat berdiri, berjalan, ataupun mengangkat barang akan memberi tekanan yang berlebihan pada struktur tulang yang telah keropos. Setelah kurun waktu tertentu, ketika tekanan-tekanan tersebut tidak dapat ditanggung lagi oleh tulang terjadilah patah tulang

D. KLASIFIKASI DAN SEBAB
Menurut Sankaran, 2000 Osteoporosis dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Osteoporosis pimer dan osteoporosis sekunder
2. Osteoporosis generalis dan osteoporosis lokalis

 Osteoporosis Primer/Idiopatik
a. Tipe I
- Terkait dengan pasca menopause pada wanita
- Mengakibatkan kehilangan tulang trabekuler dan beberapa tulang kortikal, fraktur vertebrae dan fraktur radius distal
b. Tipe II (senile)
- Bone loss terkait dengan usia, defisiensi kalsium dan atau hiperparatyroid
- Terutama fraktur femur proksimal (terutama leher femur dan intertrochanter), tulang humerus proximal, proksimal tibia dan pelvis

 Osteoporosis Sekunder
a. Hormonal (hipogonadisme, hiperadrenokortisme, tirotoksikosis, hiperprolaktenemia, diabetes melitus, hipofosfatemia dewasa)
b. Nutrisional (gastektomi total, sindrom malabsorbsi, malnutrisi, defisiensi kalsium, alkoholisme, penyakit hati kronik, defisiensi vitamin D)
c. Kelainan metaolisme yang diturunkan
d. Lain-lain (porphyria, talasemia, rematoid artritis generalisata, anoreksia nervosa, mieloma, kehamilan)

E. PATOFISIOLOGI
1. Defisiensi Steroid Sex
- Mekanisme kerja steroid sex pada tulang sampai saat ini masih belum diketahui dengan lengkap
- Berdasarkan penelitian para ahli, hilangnya steroid sex akan mengakibatkan up-regulation produksi dan action sitokin yang bertanggung jawab terhadap osteoklastogenesis dan osteblastogenesis
2. Senescence
- Berkurangnya osteblastogenesis pada usia lanjut diikuti dengan meningkatnya adiposis dan mielogenesis, serta menurunnya osteoklastogenesis. Penurunan osteoklastogenesis disebabkan oleh berkurangnya sel-sel ostoblast/stroma yang mendukung pembentukan osteoklast. Hl tersebut menimbulkan dugaan adanya perubahan ekspresi gen-gen yang mendukung diferensiasi stem sel mesenkhim yang multipoten menjadi adiposis yang merugikan osteoblast
3. Ekses Glukokortikoid
Kelebihan glokukotikoid mempunyai efek supresi osteblastogenesis dalam sumsum tulang serta meningkatkan apoptosis osteoblast dan osteosit. Gambaran histologis utama glukokortikoid induced osteoporosis (GIOP) adalah berkurangnya ketebalan tulang dan kematian in situ bagian-bagian tulang.
Mekanisme yang mendasari hilangnya tulang (bone loss) pada ekses glukokortokoid adalah :
- Kenaikan resorbsi tulang
- Perununan proliferasi aktivitas biosintetik osteoblast
- Defisiensi steroid seks
- Hiperparatyroidisme sebagai akibat penurunan absorbsi Ca intestinum
- Hiperkalsium akibat gangguan metabolisme vitamin D

F. GOLONGAN FAKTOR RESIKO
Beberapa golongan orang yang beresiko terhadap osteoporosis diantaranya, adalah :
1. Penderita Hiperparatiroid
Hormon paratiroid yang terletak di leher depan kita berdekatan dengan kelenjar tiroid dapat mengalami keganasan atau tumor . Pada situasi ini, jumlah hormon yang beredar dalam tubuh akan meningkat. Hormon ini sangat erat hubungannya dengan sel osteoclast dalam tulang . Akibatnya bisa diduga sel-sel osteoclast akan mengalami peningkatan aktivitas. Akan lebih banyak senyawa kalsium yang diambil dari tulang sehingga menimbulkan peningkatan kadar kalsium dalam darah darah. Kondisi ini menyebabkan penderita mengalami penurunan nafsu makan, kemunduran dalam kekuatan otot, nyeri perut dan pengeroposan tulang bila terjadi secara berlanjut

2. Penderita Hipertiroid
Kadar hormon tiroksi yang dihasilkan kelenjar gondok pada kondisi ini berlebihan. Akibatnya, pertukaran zat dalam tubuh meningkat jauh diatas normal. Pengatur metabolisme tubuh menjadi terlalu aktif, termasuk dalam metabolisme kalsium. Terjadi pembuangan kalsium besar-besaran melalui air seni maupun tinja. Untuk mengimbanginya, terjadilah proses demineralisasi tulang yang lebih aktif

3. Penderita Anoreksia Nervosa
Penderita anoreksia nervosa akan melakukan pembatasan konsumsi makanan secara tidak wajar. Mereka akan berupaya matimatian untuk menjaga berat badan dan bentuk tubuhnya, serta mengendalikan kebiasaan makan dengan ketat. Seringkali mereka melakukan olah raga berlebihan dalam upayanya mencapai bobot badan ideal menurut imajinasinya. Penderita anoreksia ini mempunyai citra diri yang begitu menyimpang. Meskipun sudah kurus kering, mereka tetap menganggap diri mereka gemuk setiap kali bercermin dan secara psikologis mereka sangat peka terhadap kritik yang berkaitan dengan masalah bobot badan. Penderita anoreksia adalah individu-individu yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap aspek gizi. Sayang sekali terjadi distorsi pengetahuan gizi sehingga mereka tidak mampu mempraktikkan konsep-konsep informasi gizi yang diterimanya. Banyak diantara mereka adalah kaum perfeksionis (yang inigin segalanya tampak sempurna) dan pekerja keras. Kebiasaan makan yang menyimpang bisa jadi merupakan upaya mereka untuk mencari perhatian. Banyak ekses negatif yang timbul akibat kelainan pola makan ini, diantaranya terjadi penyusutan gusi yang menyebabkan gigi tanggal, dehidrasi, suhu badan rendah, penyusutan otot dan kerapuhan tulang dan erat kaitannya dengan rendahnya produksi hormon estrogen dan testosteron.

4. Perokok
Belum diketahui pasti bagaimana rokok dapat menimbulkan osteoporosis. Ada dugaan, zat-zat dalam rokok mencetuskan pemecahan hormon estrogen dan testosteron secara berlebihan. Akibatnya jumlah hormon estrogen atau testosteron dalam tubuh menurun sehingga pemeliharaan tulang jelas ajan terpengaruh

5. Peminum Kopi berlebihan
Para peneliti Belanda mengungkapkan bahwa konsumsi kopi yang berlebihan dapat meningkatkan kadar “Homosistein”. Homosistein adalah produk olahan protein. Kenaikan Homosistein mengakibatkan kenaikan kadar kolesterol, penuruan kadar vitamin B6 dan penurunan kepadatan tulang. Memang proses penurunan kepadatan tulang ini belum diketahui secara pasti. Beberapa ilmuwan menduga peningkatan pembuangan kalsium dalam air kencing yang menjadi penyebabnya.

6. Peminum alkohol berlebihan
Alkohol dapat mengakibatkan kerusakan banyak organ tubuh. Diantaranya ancaman terhadap kerapuhan tulang. Kondisi ini dapat terjadi lantaran adanya kegagalan yang sistematis sifatnya dalam pemeliharaan kadar mineral kalsium yang merupakan unsur penting dalam kepadatan tulang. Kegagalan pankreas dan hati karena alkohol mengakibatkan menurunnya produksi enzim pengolah lemak. Dengan jumlah enzim yang menurun, lemak yang dikonsumsi tidak mampu diserap dari usus secara maksimal. Lemak kita ketahui kaya akan kandungan beberapa senyawa yang penting bagi tulang seperti mineral kalsium dan fosfor serta vitamin D. Kondisi kekurangan senyawa –senyawa diatas, tubuh melakukan kompensasi melalui pembongkaran kalsium yang ada dalam tulang sehingga tulang menjadi keropos.

G. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosa osteoporosis dilakukan :
- X- ray
- Serum calsium phospor
- Test alkalinephospatase
- Biopsi transiliare tulang
- Menghitung tomography dan CT- Scan
- Scan tulang menggunakan radionuclide

H. TERAPI/TINDAKAN
Tujuan terapi :
- Mencegah terjadinya penyerapan massa tulang dan memicu percepatan pembentukan massa tulang
- Konsekuensi terjadinya patah tulang dengan melakukan tindakan pencegahan.
Pengobatan dapat dibagi dalam :
a. Terapi Pencegahan
Secara garis besar pencegahan osteoporosis dapat didibagi dalam beberapa katagori, yaitu :
 Pola tidur teratur termasuk diantaranya adalah :
- Olah raga atau aktivitas fisik
- Kebiasaan tidak merokok
- Hindari konsumsi kopi
- Hindari konsumsi alkohol
 Menjalaini diet yang baik
Contoh untuk kebutuhan Calsium adalah :
- Usia 11-24 tahun = 1200 mg
- Usia 25-menopouse = 1000 mg
- Saat menopouse = 1200 mg
- Pasca menopouse = 1500 mg
 Pemberian terapi dini pada :
- Wanita menopouse
- Penyakit-penyakit yang menyebabkan osteoporosis sekunder :
 Diabetes melitus
 Hipogonandism
 Chusing sindrom
 Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
b. Terapi kuratif (Kuratif treatment)
Beberapa macam obat-obatan yang diberikan pada penderita osteoporosis :
- Estrogen dan derivatnya
- Biphosfotase
- Kalsium
- Vitamin D
- Kalsifonin
- Natrium fluorida
- Steroid anabolik
- Thiazide

Romeltea Media
ASUHAN KEPERAWATAN Updated at:

Senin, 14 September 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DIARE

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa ) seperti halnya Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dpt ditekan seminimal mungkin. E. Coli 0157 sebagai penyebab diare berdarah dan HUS ( Haemolytic Uremia Syndrome ). KLB pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika selatan dan Australia (www. cybermed.cbn.net.id).

Berdasarkan hasil pemantauan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare yang dilaporkan, dari 19 propinsi di Indonesia pada tahun 1996, telah terjadi KLB di 74 kabupaten, dengan jumlah penderita 8.357 orang, Pada tahun 1997 ini jumlah penderita pada KLB Diare 17.203 orang. Penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian pada balita. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Subdit P2 Diare Departemen Kesehatan, episode diare Balita adalah sekitar 1,6 - 2,2 kali pertahun dan angka kesakitan untuk seluruh golongan umur adalah sekitar 230 - 330 per 1000 penduduk. (www.bankdata.depkes.co.id)

Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak yang lebih besar. Ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Dinegara yang sedang berkembang, prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. (http://cybermed.cbn.net.id)

Angka kesakitan diare akan cenderung menurun dengan adanya intervensi pencegahan yang efektif seperti : Upaya untuk meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI), kebiasaan cuci tangan, penyediaan dan penggunaan air bersih, penggunaan jamban yang benar, imunisasi campak. Angka kesakitan diare masih mengalami fluktuasi, mengingat banyaknya faktor- faktor yang mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatannya seperti keadaan sanitasi lingkungan, sosial ekonomi & sosial budaya serta faktor gizi, dari penjamunya sendiri.

BAB II

PEMBAHASAN

I. Pengertian
Diare adalah keadaan kekerapan dan keenceran buang air besar dimana frekuensinya lebih dari tiga kaliper hari dan banyaknya lebih dari 200 – 250 gram.

Diare, salah satu masalah yang paling umum pada masa anak-anak, digambarkan sebagai suatu peningkatan frekwensi Buang Air besar , ketidakstabilan cairan tubuh, ditandai dengan volume cairan berkurang.

Diare pada masa anak-anak mungkin bisa kronis, yanag disebabkan oleh peradangan akut atau bukan peradangan .

Diare disebabkan oleh infeksi kuman / virus yang pada umumnya disebut gastroenteritis, kuman virus Gastroenteritis menjadi penyebab umum diare pada masa anak-anak usia 1 tahun, apabila penatalaksanaan tidak maka diare akut dapat mendorong kearah kekurangan cairan yang berlebih, ketidakseimbangan asam basa, dan shock hypovolemic, Diare akut dapat mengancam jiwa terutama jika cairan tidak segera diganti secara adekuat.

II. Anatomi fisiologi

Saluran gastrointestinal adalah jalur yang berjalan dari mulut melalui esophagus, lambung, usus halus, usus besar sampai anus. Esofagus terletak di mediastinum rongga thorakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap trachea dan jantung. Selang esophagus yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm, menjadi distensi bila makanan melewatinya.

Bagian sisa dari saluran gastrointestinal terletak di dalam rongga peritoneal. Lambung di tempatkan di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas kira-kira 1500 ml. lambung dapat di bagi ke dalam 4 bagian anatomis yaitu : kardia ( jalan masuk ), fundus, korpus, pylorus (outlet).

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran GI, yang jumlah panjangnya kira-kira 2/3 dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat diri yang memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan absorbs. Usus halus di bagi kedalam 3 bagian anatomi yaitu : bagian atas di sebut duodenum, bagian tengah di sebut yeyenum, dan bagian bawah di sebut ileum.

Pertemuan antara usus halus dan besar terletak di bagian bawah kanan duodenum. Ini di sebut sekum. Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfingsi untuk mengntrol pasase isi usus ke dalam usus besar dan mencegah refluks bakteri kedalam usus halus. Pada tempat ini terdapat apendiks veriformis. Usus besar terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari usus besar terdiri dari dua bagian yaitu : kolon sigmoid dan rectum. Rectum berlanjt pada anus. Jalan keluar anal di atur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal.
III. Etiologi
A. Faktor Infeksi

1. Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak.

2. Infeksi bakteri : Vibrio coma, echeseria coli, Salmonella, Shigella, Compilobacter, Yersenia dan Acromonas.

3. Infeksi virus : Entero virus (Virus echo, Coxechasi dan Poliomyelitis), Adeno virus, Rota virus dan Astrovirus.

4. Infeksi parasit : Cacing, protozoa dan jamur.

5. Infeksi parental, yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut, tonsilopharingitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.
B. Bukan faktor infeksi

1. Alergi makanan : susu dan protein.

2. Gangguan metabolik atau malabsorbsi.

3. Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.

4. Obat-obatan seperti antibiotik.

5. Penyakit usus seperti Colitis ulserative, crohn disease dan enterocolitis.

6. Faktor psikologis : rasa tahut dan cemas.

7. Obstruksi usus.
IV. Patofisiologi

A. Gangguan osmotic

Makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, hal ini menyebabkan isi rongga usus berlebihan sehingga merangsang usus mengeluarkannya (diare).

B. Gangguan sekresi

Toxin pada dinding usus meningkatkan sekresi air dan elektrolit kedalam usus, peningkatan isi rongga usus merangsang usus untuk mengeluarkannya.

C. Gangguan motalitas usus

Hyperperistaltik menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan atau peristaltik yang menurun menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan menyebabkan peradangan pada rongga usus sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat hal ini menyebabkan absorsi rongga usus menurun sehingga terjadilah diare.

Mikroorganisme patogen Zat – zat sulit diserap

   

Infeksi Peningkatan tekanan osmotik

Peningkatan sekresi aktif cairan Menarik air dan garam ke dalam usus

   

   

   

   

   

   

Peningkatan motilitas usus

Peristaltik meningkat

   

Diare


Kehilangan cairan ekstraseluler dengan cepat dan tiba-tiba

( ECF )


Ketidakseimbangan elektrolit


kehilangan cairan intraseluler (ICF)


Celluler dysfunction


Shock hipovolmic


kematian

V. Manifestasi klinis

Pasien dengan diare akut dengan infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut, sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya rejatan an hipovolemik harus di hindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolic akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan kusmaul). Bila terjadi rejatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tidak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut (CRF). Kehilangan cairan/dehidrasi dimana jumlah urine menurun, turgor kulit jelek, kulit kering, terdapat fontanel dan mata yang cekung serta terjadi penurunan tekanan darah

Secara klinis diare karena infeksi akut di bagi menjadi dua golongan. Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua, disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah.
VI. Klasifikasi Diare

Tahapan dehidrasi menurut Ashwill dan Droske (1977) :

1. Dehidrasi ringan : dimana berat badan menurun 3 – 5 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kgBB.

2. Dehidrasi sedang : dimana berat badan menurun 6 – 9 % dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 – 90 ml/kgBB.

3. Dehidrasi berat : dimana berat badan menurun lebih dari 10 % dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kgBB.

Metode Daldiyono

Berdasarkan scoring keadaan klinis sebagai berikut :

· Rasa Haus/muntah = 1

· BP sistolik 60-90 mmHg = 1

· BP sistolik <60>

= 2

· Frekuensi Nasi >120 x/mnt = 1

· Keadaan apatis = 1

· Keadaan somnolen, spoor atau koma = 2

· Frekuensi napas > 30x/mnt = 1

· Fasies cholerica = 2

· Vox Cholerica = 2

· Turgor kulit menurun = 1

· Washer Women’s Hand = 1

· Ekstremitas Dingin = 1

· Sianosis = 2

· Usia 50-60 tahun = 1

· Usia >60 tahun = 2

Kebutuhan cairan : skor/15 X 10%x KgBB X 1 ltr

VII. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada anak yang menderita diare adalah :

1. Dehidrasi

2. Hipokalemi.

3. Hipokalsemi

4. Cardiac disrythmias

5. Hiponatremi.

6. Syok hipovolemia

7. Asidosis.

VIII. Penatalaksanaan

Dasar-dasar penatalaksanaan diare adalah : (5 D)

1. Rehidrasi.

Jaga hidrasi dengan elektolit yang seimbang. Ini merupakan cara paling sesuai di kebanyakan kasus diare, bahkan disentri. Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi dengan elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan gangguan elektrolit yang berbahaya dan dalam beberapa kasus yang langka dapat berakibat fatal (keracunan Air). Cairan intravenous kristalod dibutuhkan. Terapi rehidrasi oral Meminum solusi gula/garam, yang dapat diserap oleh tubuh.

2. Diagnosis.

Pemeriksaan lanjut dilakukan seperti seperti hitung darah lengkap, sfat kimia, urinalisis, dan pemeriksaan feses rutin serta pemeriksaan feses untuk organisasi infeksius atau parasit.

3. Diet.

Mengurangi minuman dan makanan yang rendah serat sampai periode berkurang. Apabila asupan makanan ditoleransi, diet saring dan semi padat dianjurkan. Minuman seperti kafein dan yang berkarbonasi dikurangi karena akan merangsang motilitas usus. Mencoba memakan lebih sering tapi dengan porsi yang lebih sedikit. Makan teratu. Jangan makan atau minum terlalu cepat.

4. Defisiensi disakarida

Produk susu, lemak, gandum, buah segar dan sayuran dibatasi selama beberapa hari.

5. Drugs

Obat anti diare seperti defenoksilat (Lomotil) diberikan sesuai resep

Pada dehidrasi ringan diberikan :

a. Oralit + cairan

b. ASI/susu yang sesuai

c. Antibiotika (hanya kalau perlu saja)

Pada dehidrasi sedang, penderita tidak perlu dirawat dan diberikan :

a. Seperti pengobatan dehidrasi ringan

b. Bila tidak minum ASI :

1) Kurang dari 1 tahun LLM dengan takaran 1/3, 2/3 penuh ditambah oralit.

2) Untuk umur 1 tahun lebih , BB 7 kg lebih : teh, biskuit, bubur dan seterusnya selain oralit. Formula susu dihentikan dan baru dimulai lagi secara realimentasi setelah makan nasi.

Pada dehidrasi berat, penderita harus dirawat di RS.

Pengobatan diare lebih mengutamakan pemberian cairan, kalori dan elektrolit yang bisa berupa larutan oralit (garam diare) guna mencegah terjadinya dehidrasi berat, sedangkan antibiotika atau obat lain hanya diberikan bila ada indikasi yang jelas. Spasmolitika dan obstipansia pada diare tidak diberikan karena tidak bermanfaat bahkan dapat memberatkan penyakit.

Takaran pemberian Oralit.

Umur
   

Jumlah Cairan

Di bawah 1 thn
   

3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0.5 gelas setiap kali mencret

Di bawah 5 thn (anak balita)
   

3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret

Anak diatas 5 thn
   

3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret

Anak diatas 12 thn & dewasa
   

3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas : 200 cc)

LARUTAN GARAM GULA.
1. Ambillah air teh (masak) 1 gelas.
2. Masukkan dua sendok teh peres gula pasir, dan seujung sendok teh garam dapur.
3. Diaduk rata dan diberikan kepada penderita sebanyak mungkin ia mau minum.
4. Bila diare tak terhenti dalam sehari atau penderita lemas sekali bawalah segera ke Puskesmas

Penatalaksanaan Kegawatdaruratan :

A : Airway; lihat jalan nafas

B : Breathing; berikan oksigen pada pasien

C : Circulation; berikan terapi cairan RL/Dex 5% 2 jalur diberikan ssebanyak 20cc/KgBB

BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa ) dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Subdit P2 Diare Departemen kesehatan, episode diare Balita adalah sekitar 1,6 - 2,2 kali pertahun dan angka kesakitan untuk seluruh golongan umur adalah sekitar 230 - 330 per 1000 penduduk. Angka kesakitan diare akan cenderung menurun dengan adanya intervensi pencegahan yang efektif seperti : Upaya untuk meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI), kebiasaan cuci tangan, penyediaan dan penggunaan air bersih, penggunaan jamban yang benar, imunisasi campak. Angka kesakitan diare masih mengalami fluktuasi, mengingat banyaknya faktor- faktor yang mempengaruhi dan masih memerlukan waktu untuk peningkatannya seperti keadaan sanitasi lingkungan, sosial ekonomi & sosial budaya serta faktor gizi, dari penjamunya sendiri.

Ada beberapa factor yang menjadi penyebab terjadinya diare yaitu bias karena factor infeksi seperti : infeksi enternal, bakteri,virus, parasit dan parenteral. Sedangkan penyebab dari factor non infeksi yaitu : alergi makanan, gangguan absorbs,iritasi usus, obat-obatan,penyakit usus, serta factor psikologis.
Sehingga berdasarkan penyebab yang ada dapat di ambil suatu tindakan yang lebih tepat, akan tetapi prinsip awal penanganan pasien dengan diare yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang selama terjadinya diare. Sehingga kita dapat mencegah komplikasi lanjut dari penyakit diare tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2002. Keperawatan Medical Bedah. Penerbit : Penerbit Buku Kedokteran,EGC.Jakarta.

Mansjor,arif,dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit : Media Aesculapius.Jakarta.

Nuralim,M,Muh,dkk.2007. Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life Support.BSB Makassar.

Rab, Tabrani.2001. Agenda Gawat Darurat. Penerbit : Alumni. Bandung.

Tambayong, jan.2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

www. Dinkesdkij.co.id

www. cybermed.cbn.net.id

www.bankdata.depkes.co.id

Romeltea Media
ASUHAN KEPERAWATAN Updated at:

Rabu, 29 April 2009

HIPERTROPI PROSTAT :AGUS SUHERMAN

http://wwwagussuherman.blogspot.co.id/2009/05/hipertropi-prostat-agus-suherman.html
 
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MASALAH BENIGNA HIPERTROPI PROSTAT (BPH)
A. DEFINISI
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasia(sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah: o Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen. o Ketidakseimbangan endokrin. o Faktor umur / usia lanjut. o Unknown / tidak diketahui secara pasti.

 C. PATOLOGI ANATOMI 
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata: - Panjang 3.4 cm - Lebar 4.4 cm - Tebal 2.6 cm Secara embriologis terdiro dari 5 lobur: - Lobus medius 1 buah - Lobus anterior 1 buah - Lobus posterior 1 buah - Lobus lateral 2 buah Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi saru disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: - Kapsul anatomis - Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler - Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: Ø Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya Ø Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone Ø Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada oran dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. 

D. PATOFISIOLOGI
 Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

 E. PATHWAY 
Obstruksi uretra Penumpukan urin dlm VU Pembedahan/prostatektomi Kompensasi otot destrusor Spasme otot spincter Merangsang nociseptor Hipotalamus Dekompensasi otot destrusor Potensi urin Tek intravesikal Refluk urin ke ginjal Tek ureter & ginjal meningkat Gagal ginjal Retensi urin Port de entrée mikroorganisme kateterisasi Luka insisi Resiko disfungsi seksual Nyeri Resti infeksi Resiko kekurangan vol cairan Resiko perdarahan: resiko syok hipovolemik Hilangnya fungsi tbh Perub pola eliminasi Kurang informasi ttg penyakitnya Kurang pengetahuan Hyperplasia periuretral Usia lanjut Ketidakseimbangan endokrin BPH 

F. MANIFESTASI KLINIS 
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu: 1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih 2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi: a. Retensi urin b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing c. Miksi yang tidak puas d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia) e. Pada malam hari miksi harus mengejan f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria) g. Massa pada abdomen bagian bawah h. Hematuria i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin) j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi k. Kolik renal l. Berat badan turun m. Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal. 

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan: 1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin 2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. 4. Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. 

H. KOMPLIKASI 
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal. b. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi c. Hernia / hemoroid d. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu e. Hematuria f. Sistitis dan Pielonefritis

 I. FOKUS PENGKAJIAN 
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi: 
a) Data subyektif: - Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. - Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. - Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan - Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa. 
b) Data Obyektif: - Terdapat luka insisi - Takikardi - Gelisah - Tekanan darah meningkat - Ekspresi w ajah ketakutan - Terpasang kateter 

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 
1. Gangguan rasa nyamam: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 
2. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder 
3. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh 
4. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui kateterisasi 
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya. 

K. RENCANA KEPERAWATAN
 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil: - Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang - Pasien dapat beristirahat dengan tenang. Intervensi: a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri. b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi) c. Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang) e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi f. Lakukan perawatan aseptik terapeutik g. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat 2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder. Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin Kriteria: Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih. Intervensi: a. Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril b. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup c. Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea) d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan e. Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post operasi) f. Ukur intake output cairan g. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak ada kontra indikasi h. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya. 3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh Tujuan: Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi seksualnya Kriteria hasil: Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara optimal. 
Intervensi: 
a. Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya 
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat 
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual 
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual 
e. Beri penjelasan penting tentang: i. Impoten terjadi pada prosedur radikal j. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal k. Adanya kemunduran ejakulasi f. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui kateterisasi Tujuan: Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi Kriteria hasil: a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik Intervensi: a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril. b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran) c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin) 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari Kriteria : Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan perawatan Intervensi: a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit, perawat b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang: a. Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter b. Perawatan di rumah c. Adanya tanda-tanda hemoragi, infeksi

Romeltea Media
ASUHAN KEPERAWATAN Updated at:

Jumat, 24 April 2009

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS

gastritis

  1. PENGERTIAN
Gastritis adalah imflamasi mukosa lambung, sering akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit.
( Smelzer 2002 )
Gastritis kronis adalah imflamasi lambung yan lama dapat disebabkan oleh ulku benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobacter pylory ( H. pylory )
( Smelzer, 2002 )
Gastritis Akut adalah dapat diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk menghindari alcohol atau makanan yang banyak mengandung bumbu sampai gejala berkurang.
( Smelzer, 2002 )
Gastritis adalah imflamasi dari mukosa lambung gambaran klinis yang ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Berdasarkan Eudaskopi ditemukan entema mukosa, sedangkan hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa.
( Dongoes, 2000 )
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau local. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi yaitu gastritis supervisial akut dan gastritis atrofik kronik.
( Price and Wilson, 1995 )
  1. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Gastritis antara lain :
- Obat-obatan, Aspirin, Obat anti Inflamasi non steroid ( AINS )
- Alkohol dan stress
- Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka baker, sepsis
Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda, jika ditemukan pada korfus dan tundus biasanya disebabkan oleh stress. Jika disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan didaerah antrum, namun juga dapat menyeluruh. Sedangkan secara mikroskopik terdapat eresi dengan degenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi neutrofil yang minimal.
( Mansjoer, 2000 )
  1. PATOFISIOLOGI
  1. Grastitis Akut
Membran mukosa lambung menjadi edema dan heperemik ( kongesti dengan jaringan , cairan dan darah ) dan mengalami erosi surperfisial , bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung yang mengandung sangat sedikkit asam tetapi banyak mucus. Lserasi superfesial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi. Pasien dapat mengalami ketidaknyamanan. Sakit kepala, malas , mual dan anoretia, pasien asimtomatik.
Mukosa lambung mampu memperbaiki diri sendiri setelah mengalami gastritis. Kadang-kadang hemoragi memerlukan intervensi bedah. Bila makanan pengiritasi tidak dimuntahkan tetapi mencapai usus, dapat mengakibatkan kolik dan diare. Biasanya pasien sembuh kira-kira sehari. Meskipun nafsu makan menurun selama 2/3 hari.
  1. Gastritis Kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung atau maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory ( H. pylory ) Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A / tipe B, tipe A ( sering disebut sebagai gastritis automun ) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit otaimun seperti anemia pelusiosa dan terjadi pada fondues atau korpus dari lambung. Tipe B ( kadang disebut sebagai gastritis H. Pylory ) mempengaruhi antrum dan dan pylorus ( ujung bawah lambung dekat duodenum ) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Factor diet seperti minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan alcohol, merokok, atau reflaks isi usus kedalam lambung.
( Smelzer, 2002 )
  1. MANIFESTASI KLINIS
Sindrom dupepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula pendarahan/ hemoragi saluran cerna berupa hematemesis dan melena. Kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia paska perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau kimia tertentu, dan juga bias disebabkan oleh stress. ( Mansjoer, 2000 )
Gambaran klinis gastritis akut erosif sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan asimptomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Manifestasi tersebut adalah:
1.Muntah darah
2 Nyeri epigastrium
3.Neusa dan rasa ingin vomitus
4.Nyeri tekan yang ringan pada epigastrium
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang mengalami perdarahan hebat hingga menimbulkan gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardi sampai gangguan kesadaran.
Pemeriksaan Diagnostik
1.Endoskopi, khususnya gastroduodenoskopi. Hasil pemeriksaan akan ditemukan gambaran mukosa sembab, merah, mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi.
2.Histopatologi.
3.Radiologi dengan kontras ganda, meskipun kadang dilakukan tapi tidak begitu memberikan hasil yang memuaskan.
  1. PENATALAKSANAAN
Gastritis akut diatasi dengan mengintruksikan pasien untuk menghindari alcohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.
- Untuk menetralisasi asam lambung digunakan antasida umum ( mis, aluminium hidroksida ), untuk menetralisasi alkali digunakan jus lemon encer atau cuka encer.
- Bila korosi luas atau berat, emetic dan levase dihindari karena bahaya perforasi.
Terapi pendukung mencakup intubasi, analgesic, dan sedative, antasida serta cairan intravena. Eudoskopi fiberoptik mungkin diperlukan. Pembedahan darurat mungkin diperlukan untuk mengangkat gangrene atau jaringan perforasi. Gastrojejunostami atau reaksi lambung mungkin diperlukan untuk mengatasi distruksi pylorus.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, megurangi stress, dan memulai farmakoterapi. H. Pylory dapat diatasi dengan antibotik ( seperti tetrasiklin atau amaxilin ) dan garam bismuth. Pasien dengan gastritis A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap factor intrinsic.

Romeltea Media
ASUHAN KEPERAWATAN Updated at:

asuhan keperawatan halusinasi

halusinasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
· Konsep Dasar Medis Halusinasi
1. Pengertian
Pendapat berbagai ahli tentang pengertian halusinasi yaitu :
a. Halusinasi merupakan persepsi sensorik imajinatif semata, apakah itu halusinasi auditorik, visual, taktil, olfaktorik, dll. ( David A. Tomb, 2004)
b. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan pancaindra tanpa adanya rangsangan dari luar (W.F.Maramis, 2005).
c. Halusinasi adalah persepsi yang salah dan palsu tetapi tidak ada rangsang yang menimbulkannya (tidak ada objeknya) misalnya, merasa melihat ada orang yang akan memukul, padahal tidakada seorangpun di sekitarnya. Sekalipun tidak nyata, tetapi bagi penderita gangguan jiwa, halusinasi dirasakan sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh (MIF Baihaqi,dkk,2005)
d. Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan individu dalam mengidentifikasi stimulus sesuai dengan informasi yang diterima melaui pancaindra (Achir Yani S.Hamid, 2005)
2. Rentang Respons Neurobiologis
Menurut Achir Yani S.Hamid, 2005 bahwa perilaku klien dapat diidentifikasi sepanjang rentang respons neurobiologis dari yang adaptif ke maladaptif .
Respons adaptif Respons maladaptif
- Pikiran logis - Kadang proses - Gangguan proses
- Persepsi akurat pikir terganggu pikir; waham
- Emosi konsisten - Ilusi - Halusinasi
- Perilaku sesuai - Emosi berlebihan - Kesukaran proses
- Hubungan sosial /kurang emosi
Harmonis - Perilaku tidak - Perilaku tidak
Sesuai/tidak terorganisir
Biasanya - Isolasi sosial
- Menarik diri
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya yang umum berlaku, respon ini meliputi:
a. Pikiran logis; yaitu ide yang berjalan secara logis dan koherent
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten ; yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang berlaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang terganggu ( ilusi) : yaitu misinterpretasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu manifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang .
h. Perilaku tidak sesuai / biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
i. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain , menghindari hubungan dengan orang lain .
j. Waham : yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas.
3. Jenis-jenis halusinasi
Menurut Sunaryo, 2004 bahwa jenis-jenis halusinasi yaitu:
a. Halusinasi Penglihatan (halusinasi optik / visual) yaitu klien melihat bayangan seolah-olah berbentuk orang , binatang,barang atau benda yang tidak berbentuk seperti sinar, kilat atau pola cahaya yang dilihat seolah-olah berwarna atau tidak berwarna.
b. Halusinasi Pendengaran (halusinasi akusti / auditif) yaitu klien seolah-olah mendengar suara manusia, suara hewan, suara barang, suara mesin, suara musik dan suara kejadian alam.
c. Halusinasi Penciuman ( halusinasi olfaktorik ), yaitu klien seolah-olah mencium suatu bau tertentu.
d. Halusinasi pengecapan ( halusinasi gustatorik ) klien seolah-olah mengecap suatu zat atau rasa tentang sesuatu yang dimakan.
e. Halusinasi Perabaan ( halusinasi taktil ), yaitu klien seolah-olah merasa di raba-raba, disentuh, dicolek-colek, dicium, dirambati ulat dan disinari.
f. Halusinasi gerak ( halusinasi kinestetik ) yaitu seolah-olah merasa badannya bergerak di sebuah ruang tertentu danmerasa anggota badannya bergerak dengan sendirinya.
g. Halusinasi viseral yaitu klien merasakan alat tubuh bagian dalam seolah-olah ada perasaan tertentu yang timbul (misalnya lambung seperti ditusuk-tusuk jarum).
h. Halusinasi hipnagogik yaitu persepsi sensorik bekerja yang salah terdapat pada orang normal terjadi sebelum tidur.
i. Halusinasi hipnopompik yaitu persepsi sensorik bekerja yang salah, pada orang normal, terjadi sebelum bangun tidur.
j. Halusinasi histerik yaitu halusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena konflik emosional.
4. Etiologi (Penyebab)
Faktor penyebab yang mungkin mengakibatkan perubahan persepsi sensori halusinasi adalah aspek biologis, psikologis dan sosial (Achir Yani S. Hamid, 2005):
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak/susunan saraf pusat dapat menimbulkan gangguan halusinasi seperti hambatan perkembangan otak khususnya korteks frontal, temporal dan limbik. Gejala yang mungkin timbul adalah dalam belajar, berbicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau kekerasan
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan sangat mempengaruhi respons psikologis dari klien. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien. Penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai kekerasan, ada kekosongan emosi.
a. Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi terjadinya halusinasi dimana terdapat konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) kemiskinan, kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk.
5. Tanda Dan Gejala
Menurut Achir Yani S.Hamid, 2005, dinyatakan bahwa perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal yang lambat
e. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
f. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
g. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
h. Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik
i. Berkonsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
j. Sulit berhubungan dengan orang lain
k. Expresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
l. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
m. Tampak tremor dan berkeringat
n. Perilaku panik, agitasi atau kataton
o. Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan
p. Ketakutan
q. Tidak dapat mengurus diri
r. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
6. Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Achir Yani S.Hamid, 2005 dinyatakan bahwa halusinasi dapat berkembang dalam 4 fase :
a. Fase Pertama :
Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Cara ini hanya menolong sementara.
b. Fase Kedua :
Kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
c. Fase Ketiga :
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Fase Keempat :
Halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.

Romeltea Media
ASUHAN KEPERAWATAN Updated at:

 
back to top